Rabu, 27 November 2013
ANALISIS UU SJSN
REFORMASI PEMBIAYAAN KESEHATAN
ANALISIS UU NO.40 TAHUN 2004 TENTANG SJSN
Reformasi kesehatan adalah upaya yang mempunyai tujuan untuk mengubah
sistem guna meningkatkan kinerja.
Sistem kesehatan secara garis besar dapat dibedakan menjadi
sub-sistem pembiayaan (health care financing system) dan sub-sistem
pemberian pelayanan kesehatan (health care delivery system). Diakui
sub-sistem pemberian pelayanan kesehatan sangat sentral perannya, akan tetapi
keberhasilan sub-sistem ini dalam mencapai misinya baik mulai dari input produksi
sumberdaya kesehatan, proses pengelolaan, out put akses dan
pemanfaatan sumberdaya kesehatan serta outcome tingkat kesehatan
masyarakat sangat tergantung pada sub-sistem pembiayaan.
Reformasi pembiayaan
kesehatan di Indonesia diawali dengan adanya UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN.
Bentuk reformasi pembiyaan kesehatan di Indonesia berdasarkan UU SJSN berupa Jaminan
Kesehatan Nasional yang akan dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap
menuju ke Universal Health Coverage.
Sistem Jaminan Sosial
Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.
Sistem pembiayaan
berfungsi untuk memberikan jaminan pembiayaan agar masyarakat terhindar dari
bencana financial ketika sakit. Sistem pembiayaan juga harus menjamin equity atau kesetaraan akses layanan
kesehatan. Sistem pembiayaan jangan hanya menguntungkan mereka yang mudah
memperoleh akses layanan kesehatan, seperti misalnya mereka yang tinggal di
kota besar atau dekat kota yang jumlah penyedia layanan kesehatannya memadai.
MASALAH KEBIJAKAN
Salah satu dasar hukum JKN tahun 2014 adalah UU No. 40 tahun 2004
tentang SJSN. Undang-undang ini masih belum dapat menciptakan suatu reformasi
kesehatan yang tepat untuk negara indonesia yang memiliki masalah kesehatan
yang kompleks, dan masih belum dapat memecahkan masalah kesehatan, terutama
dari sisi equity, hal ini karena
indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan keanekaragaman sosial budaya
dan ekonomi. UU SJSN masih belum mencangkup semua fungsi sistem kesehatan,
tujuan pembiayaan kesehatan dan tujuan sistem kesehatan, seperti gambar di
bawah ini,
Sumber : WHO, 2003
sekarang ini Indonesia
memerlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu untuk menjawab tantangan
yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan yang semakin kompleks yang disebabkan
antara lain oleh: perubahan pola kependudukan Indonesia, jenis penyakit yang
dihadapi dan juga perubahan nutrisi yang disebabkan oleh perubahan pola hidup.
EXECUTIVE SUMMARY
Kebijakan tentang UU SJSN ini dianalisis dengan pendekatan analisis
isi, konteks, proses dan pelaku (aktor).
ANALISIS ISI KEBIJAKAN
Salah satu ketidakjelasan UU SJSN sebagai UU yang bertujuan untuk
mengatur Social Security adalah mengenai fungsi pemerintah. Di dalam UU SJSN tidak dijelas peran
pemerintah propinsi dan kabupaten. Hanya disebut sebagai Pemerintah.
Konotasinya adalah pemerintah pusat (APBN). Sementara itu fakta saat ini,
pemerintah propinsi dan kabupaten mempunyai andil besar dalam jaminan
kesehatan. Ketidak jelasan ini memicu Judicial Review di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2005.
Apabila UU SJSN bertujuan mengatur hal operasional untuk asuransi dan
jaminan kesehatan, terlihat bahwa hanya sedikit pasal yang mengatur mengenai
hal ini. Pasal-pasal tersebut tidak cukup karena asuransi/kesehatan dan jaminan
kesehatan sangat kompleks. Diperlukan aturan dalam level UU yang mencakup
posisi jamkesda, perusahaan asuransi swasta, bagaimana mutu pelayanan akan
dijamin, apa peran Kemenkes, DinKes, RS, hubungan kontraktual dan kualitas
pelayanan, dan lain sebagainya.
Manfaat jamkes tidak komprehensif dan belum jelas.
Masih banyak salah pengetikan pada naskah UU SJSN.
ANALISIS PROSES
Jaminan sosial adalah amanat UUD 1945, yang kemudian di tuangkan dalam
TAP MPR RI No. X/MPR/2001 yang mana isinya menugaskan Presiden RI untuk
membentuk SJSN. Berdasarkan TAP MPR ini dibuatlah kelompok kerja (pokja) SJSN
tahun 2001 oleh wakil presiden RI, pokja ini bertugas untuk membuat naskah
akademik (NA) SJSN. Kemudian pada 10 April 2002, di bentuk TIM SJSN dengan
penugasan yang sama. Naskah Akademik
mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 8 kali, naskah teranghir selesai
26 Januari 2004. NA dituangkan dalam RUU SJSN, RUU SJSN ini mengalami 52 kali perubahan dan penyempurnaan oleh tim
SJSN. RUU SJSN ini di serahkan kepada DPR RI pada 26 Januari 2004. Selama
pembahasan pemerintah dengan pansus RUU SJSN, RUU ini mengalami 3 kali
perubahan. Dari RUU menjadi UU SJSN dalam prosesnya sebelum di terbitkan UU
SJSN ini telah mengalami 56 kali perubahan.
ANALISIS AKTOR
Proses penyusunan dan pelaksanaan UU SJSN melibatkan banyak aktor dan
saling terkait. Aktor-aktor ini adalah masyarakat penerima, pemerintah (pusat,
propinsi, dan kabupaten) DPR dan DPRD, pihak swasta (berbagai PT yang
menjalankan jaminan sosial), pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan, organisasi
Ikatan Profesi, Kementerian kesehatan,
Kementerian keuangan, Kementerian sosial, Kementerian Hukum dan HAM,
peneliti-peneliti dan sebagainya.
Aktor yang banya ini, dari berbagai macam kalangan, golongan dan
institusi sudah pasti memiliki kepentingan yang berbeda – beda, punya pandangan
politik yang berbeda-beda, dan kepentingan ekonomi masing-masing. Hal ini membuat akan sulitnya menampung semua
hal dan perbedaan ini dalam satu wadah, dan tidak akan bisa dikelola secara
bersama-sama.
Selalu terjadi tarik-menarik pada aktor-aktor dalam pembuatan
kebijakan, begitu juga pada UU SJSN ini, kekuatan yang paling besar lah yang
akan menentukan kemana kebijakan ini akan terbentuk, sangat disayangkan apabila
hal-hal teknis dan mendasar mengenai jaminan kesehatan nasional terkalahkan
oleh kepentingan-kepentingan yang ada, dengan begitu jaminan kesehatan nasional
dalam UU SJSN ini tidak sesuai dengan asasnya yaitu asas kemanusiaan, manfaat,
dan keadilan sosial, dan tidak akan mencapai tujuan mulia JKN untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi tiap peserta dan
keluarganya.
KONTEKS PENYUSUNAN SJSN
Indonesia masih dianggap negara yang kurang memberikan prioritas
kesehatan untuk penduduknya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya alokasi
dana pemerintah untuk sektor kesehatan yang jumlahnya hanya sekitar 2% dari
PDB, dan masih jauh dibawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO
yang merekomendasikan 5% dari PDB. Kompleksnya masalah kesehatan di Indonesia,
yaitu hasil kesehatan yang stagnan, kesenjangan geografis, luasnya
negara, jumlah penduduk yang banyak, hubungan pusat dan daerah yang kompleks, kurangnya
pendanaan, inefisiensi
(tingkat penggunaan yang rendah), ketidaksinambungan
keuangan, cakupan asuransi kesehatan
terbatas, pewalikelolaan
yang lemah, ini
lah masalah-masalah kontek dalam penyusunan sjsn.
USULAN KEBIJAKAN
1.
Membuat kebijakan turunan yang lebih spesifik
dan jelas baik mengenai polling, premi, dan manfaat yang komprehensif
sebagaimana universal health coverge
menurut konsep WHO .
2. Reformasi
kesehatan di indonesia masih belum menyeluruh pada semua aspek, baru pada
tombol regulasi, itupun belum jelas, tombol pembiayaan yang juga masih belum
cukup, Health expenditure belum 5%
dari PDB. Seharusnya reformasi dilakukan pada semua tombol baik tombol
regulasi, pembiayaan, pembayaran, organisasi, behavior and persuasive.
3. Memprioritaskan
kesehatan.
4.
Membuat PP mengenai integrasi jamkesda dengan
jaminan kesehatan masyarakat, sehingga masyarakat informal yang tidak termasuk
dalam PBI namun tidak sanggup membayar premi maka dapat dibiayai dengan
anggaran pemerintah daerah.
PENYUSUN
VINIARISTIANTI
Viniaristianti@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)